CARA MENCARI KADAR ABU
# SAMPEL MIE
INSTAN
Tahukah anda
jikalau mi instant yang sudah mendarah daging dan menjadi salah satu makanan
pokok di Indonesia ternyata memiliki kandungan kadar gizi yang cukup banyak dan
berguna bagi tubuh. Hal ini berbeda dengan omongan orang-orang yang mengatakan
bahwa makan mie instant membuat orang kekurangan gizi.
Hal itu memang ada
benarnya karena pada mie instant memiliki nilai gizi nutrisi (nutrition fact)
yang belum lengkap sehingga alangkah baik jika dalam mengkonsumsi mi instant
dipadukan dengan bahan-bahan lain yang dapat memenuhi kebutuhan gizi tubuh kita
sehari-hari.
Berdasarkan hasil
pantauan ternyata nilai gizi dari tiap rasa dalam satu merek yang sama punya
kandungan gizi yang berbeda-beda. Contohnya pada produk Indomie di mana kadar
gizi pada Indomie rasa soto mie berbeda jauh dengan kandungan gizi pada Indomie
rasa baso sapi. Dari sisi energi yang bisa kita dapat dari tiap sebungkus mi
instan pun dapat kita ketahui.
Namun yang perlu diketahui
adalah bahwa kebutuhan gizi untuk tiap-tiap orang adalah berbeda-beda dan dalam
tiap bungkus mie instant belum tentu memiliki kandungan yang sama persis
seperti pada informasi nilai gizi pada kemasan pembungkus. Dari info gizi
tersebut seharusnya kita dapat melengkapi kekurangan gizi dari tiap bungkus mi
instan dan menghindari kelebihan kadar gizi pada tubuh kita.
Untuk menambah
protein kita dapat menambahkan telur atau kornet pada mie instant yang dimasak.
Jika ingin menambah serat kita bisa tambah sayuran seperti daun sawi, daun
bawang, bawang goreng, dsb. Semua dapat disesuaikan dengan mudah untuk
mendapatkan gizi yang tidak didapat dari satu bungkus mi instant.
Proses pembuatan
blok mi Indomie dilakukan secara higienis dan tidak menggunakan bahan pengawet
apapun.Proses pengawetannya dilakukan dengan cara pengeringan, yaitu digoreng
dalam minyak goreng bersuhu tinggi, yang dikenal sebagai deep frying.
Atau bisa juga dengan proses pengeringan menggunakan hot air drying.
Sebagian besar produk mi instan yang diproduksi secara komersial diawetkan
melaui proses deep frying.
Melalui proses
pengeringan tersebut, kadar air dalam mi instan hanya sekitar 2-4% saja
sehingga tidak memungkinakan mikroba pembusuk berkembang biak. Dengan alasan
tersebut mi insan tidak perlu lagi ditambah dengan bahan pengawet apa pun. Demi
keamanan, sebaiknya kita selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tertera
pada kemasan Indomie setiap akan membeli atau mengkonsumsinya.
# KADAR ABU
Abu adalah zat anorganik sisa
hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung
pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan
mineral suatu bahan.
Mineral yang terdapat dalam suatu
bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat., pektat dan lain-lain.
2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali (Anonim, 2010).
Selain kedua garam tersebut,
kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang
bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan
pengabuan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam
maupun jumlahnya. Penentuan konsistensi merupakan mineral bahan hasil pertanian
yang dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu : pengebuan total (larut dan
tidak larut) dan penentuan individu komponen.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
1.
Menentukan
baik tidaknya suatu pengolahan
Dalam penggilingan gandum,
misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung
gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.
2.
Mengetahui
jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat
digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade
atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan
fruit vinegar (asli) atau sintesis.
3.
Penentuan
parameter nilai gizi pada bahan makanan
Adanya kandungan abu yang tidak
larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang
lain (Fauzi (2006)
Abu adalah zat
anorganik sisa hasil pembkaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu
berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Kemurnian
serta kebersihan suatu bahan yag dihasilkan semakin tinggi kadar abu maka
kebesihan suatu produk semakin berkurang.
Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
• Pengabuan cara Langsung (Cara Kering)
Prinsip dari pengabuan cara langsung
yaitu dengan mengoksidasi semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500
– 600oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal
setelah proses pembakaran tersebut (Sudarmadji, 1996).
Pengabuan yang dilakukan didalam
muffle dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a.
Pemanasan pada suhu
300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan
bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang.
Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b.
Pemanasan pada suhu
800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin
tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada
perubahan suhu yang tiba-tiba.
Setelah pengabuan selesai maka
dibiarkan dalam tanur selama 1 hari. Sebelum dilakukan penimbangan, krus
porselin dioven terlebih dahulu dengan tujuan mengeringkan air yang mungkin
terserap oleh abu selama didinginkan dalam muffle dimana pada bagian atas
muffle berlubang sehingga memungkinkan air masuk, kemudian krus dimasukkan
dalam eksikator yang telah dilengkapi zat penyerap air berupa silica gel.
Setelah itu dilakukan penimbangan dan catat sebagai bera c gram.
Beberapa kelemahan maupun
kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan
dari cara langsung, antara lain :
a. Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relative banyak.
b. Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan
c. Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara
langsung, antara lain :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b. Tanpa penambahan regensia,
c. Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d. Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono 1989).
• Pengabuan cara Tidak Langsung (Cara Basah)
Prinsip dari pengabuan cara tidak
langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan
pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alcohol ataupun pasir
bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi. Pemanasan
mengakibatkan gliserol alcohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya
porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada
pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan
oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses
penngabuan (Sudarmadji, 1996).
Beberapa kelebihan dan kelemahan
yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara tidak
langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat.
b. Suhu yang digunakan relatif rendah.
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relative rendah.
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik.
Ø Sedangkan kelemahan yang terdapat
pada cara tidak langsung, meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun.
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya.
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan.
Posting Komentar